A. Definisi
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan
akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), pendekatan terminologik
(peristilahan).
Menurut bahasa akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang
menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat[3].
Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
khalaqun خَلْقٌ yang
berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan خَالِقٌ yang
berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun مَخْلُوْقٌ yang berani yang diciptakan.[1]
Imam al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(lebih dahulu).
Dr. M. Abdulah Dirroz[2],
mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
Akhlak adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan
kehendak mana berkombinasi mambawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar
(dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang
jahat).
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak
adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga
dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan
diangan-angankan lagi.
B. Pembentukan Akhlak
Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah
hasil usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan (muktasabah), bukan
terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia
termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati
nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang
tepat.
Akan tetapi, menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk karena
akhlak adalah insting (garizah)[3] yang
dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini cendrung kepada perbaikan atau
fitrah yang ada dalam diri manusia dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi
yang selalu cendrung pada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini maka
akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa bentuk atau
diusahakan (ghair muktasabah).
Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Akhlak antara
lain adalah:
1. Insting (Naluri)
Aneka corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh
kehendak yang dimotori oleh Insting seseorang ( dalam bahasa Arab gharizah).
Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para Psikolog
menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong
lahirnya tingkah laku antara lain adalah:
- Naluri Makan
(nutrive instinct). Manusia lahir telah membawa suatu hasrat makan tanpa
didorang oleh orang lain.
- Naluri Berjodoh
(seksul instinct). Dalam alquran diterangkan yang artinya :Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Kalimat yang dimaksud untuk naluri berjodoh ini pada kata-kata ini :
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak".
- Naluri Keibuan
(peternal instinct) tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan
sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya.
- Naluri Berjuang
(combative instinct). Tabiat manusia untuk mempertahnkan diri dari
gangguan dan tantangan.
- Naluri Bertuhan.
Tabiat manusia mencari dan merindukan penciptanya.
Naluri manusia itu merupakan paket yang secara fitrah sudah ada dan tanpa
perlu dipelajrari terlebih dahulu.
2. Wirotsah (keturunan)
Maksudnya adalah Berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua)
kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan
sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadang-kadang anak itu mewarisi sebagian besar
dari salah satu sifat orang tuanya.
كلَّ مَوْلُوْدٍ
يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ
يُمَجِّسَانِهِ (رواه البخارى)
“ setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah,maka kedua orang tuanya yang
menjadikan yahudi, nasrani atau majusi”.[4]
3.Milieu
Milieu adalah suatu yang melingkupi tubuh yang hidup meliputi tanah dan
udara sedangkan lingkungan manusia, ialah apa yang mengelilinginya, seperti
negeri, lautan, udara, dan masyarakat.[5] milieu
ada 2 macam:
a.Lingkungan Alam
Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi dan
menentukan tingkah laku seseorang. Lingkungan alam mematahkan atau mematangkan
pertumbuhn bakat yang dibawa oleh seseorang. Pada zaman Nabi Muhammad pernah
terjadi seorang badui yang kencing di serambi masjid, seorang sahabat membentaknya
tapi nabi melarangnya. Kejadian diatas dapat menjadi contoh bahwa badui yang
menempati lingkungan yang jauh dari masyarakat luas tidak akan tau norma-norma
yang berlaku.
b.Lingkungan pergaulan
Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya
manusia harus bergaul. Oleh karena itu, dalam pergaulan akan saling
mempengaruhi dalam fikiran, sifat, dan tingkah laku. Contohnya Akhlak orang tua
dirumah dapat pula mempengaruhi akhlak anaknya, begitu juga akhlak anak sekolah
dapat terbina dan terbentuk menurut pendidikan yang diberikan oleh guru-guru
disekolah.Setiap perilaku manusia didasarkan atas kehendak. Apa yang dilakukan
manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun pancaindra kesulitan melihat pada dasar
kejiwaan, namun dapat dilihat dari wujud kelakuan. Maka setiap kelakuan pasti
bersumber dari kejiwaan.
[4] Prof. Dr.H. Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf.
(Jakarta, PT.Raja Garfindo Persada.2000) hal. 169
Tidak ada komentar:
Posting Komentar