BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Linguistik
Secara umum
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa
sebagai objek kajiannya.[1]
Menurut BLOOMFIELD,
Linguistik adalah sain (science), seperti halnya fisika dan kimia adalah sain.
Sedangkan
menurut NEWMARK, Lingusitik adalah ide dasar yang ada di dalam teks yang
bersangkutan. Bisa dikatakan bahwa makna ini tidak berbeda jauh dari
serangkaian makna leksikal.
Grammar atau
tata bahasa adalah studi sistematis dan deskripsi bahasa. Satu set aturan dan
contoh berurusan dengan sintaks dan struktur kata (morfologi) dari sebuah
bahasa.[2]
Sedangkan filologi, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Philos
dan Philein yang berarti cinta dan logos berarti kata. Pada
kedua kata itu membentuk arti cinta kata atau senang bertutur.
Secara
terminologis disebut sebagai ilmu yang mempelajari bahasa, budaya dan sejarah
suatu bangsa melalui bahan tertulis. Dewasa ini istilah filologi diartikan
sebagai ilmu yang menyelidiki masa kuno dari nilai berdasarkan naskah-naskah
tertulis.
2.2 Sejarah
Perkembangan Ilmu Bahasa
Ilmu
bahasa yang dipelajari saat ini bermula dari penelitian tentang bahasa sejak
zaman Yunani (abad 6 SM). Dalam sejarah perkembangannya, linguistik dipenuhi
dengan berbagai aliran, paham, pendekatan dan teknik penyelidikan.
2.3 Linguistik Tradisional
A. Zaman Yunani.
Studi bahasa pada zaman Yunani dimulai sejak abad ke-5
SM sampai abad ke-2 M. Masalah kebahasaan yang menjadi pertentangan para linguis
pada waktu itu adalah:[3]
a.
Pertentangan
antara fisis dan nomos.
Para filsuf Yunani mempertanyakan apakah bahasa itu
bersifat alami (fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau
fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber yang abadi dan
tidak dapat diganti oleh manusia. Setiap kata mempunyai makna secara alami
misalnya kata-kata yang disebut onomatope, atau kata yang terbentuk berdasarkan
peniruan bunyi.
Di antara tokoh-tokoh yang terlibat dalam persoalan ini, antara lain:
Socrates (460-399 SM). Ia berpendapat bahwa antara lambang dan acuan memiliki
hubugan yang pasti. Di sisi lain, Aristoteles (384-322 SM) berpendapat bahwa
hubungan antara lambang dan acuan hanya bersifat konvensional.
Pertentangan antara analogi dan anomali menyangkut
masalah apakah bahasa itu sesuatu yang teratur atau tidak teratur. Kaum analogi
antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat
teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa.
Jika tidak teratur yang dapat disusun tentu hanya idiom-idiom saja. Keteraturan
bahasa itu tampak, misalnya, dalam pembentukan jamak dalam bahasa arab:
مسلم مسلمان مسلمون
Sementara
kelompok anomali berpendapat bahasa itu tidak beraturan. Kalau bahasa itu
teratur, Misalnya dalam bahasa Arab, kenapa jamak dari كتاب adalah كتب tidak كتابونseperti kata
مؤمنyang jamaknya مؤمنون . Dalam bahasa Inggris kenapa
bentuk jamak dari child adalah children, bukannya childs. Ini
menunjukkan bahasa itu tidak teratur.
B.
Zaman
Romawi.
Studi bahasa pada zaman Romawi merupakan kelanjutan
dari zaman Yunani. Orang-orang Romawi banyak mendapat pengalaman dari kemajuan
Yunani sebelumnya. Tokoh-tokoh terkenal pada zaman Romawi antara lain adalah
(1) Varro (116-27 SM) dengan karyanya De Lingua Latina dan (2) Priscia dengan
karyanya Institutiones Grammaticae.[4]
a.
Varro
(116-27 SM)
Dalam bukunya De Lingua Latina yang jumlahnya mencapai
25 jilid, Varro menyinggung beberapa hal; di antara-nya pertentangan antara
analogi dan anomali, etimologi, morfologi dan sintaksis.
b.
Priscia.
Dalam bukunya Institutiones Grammaticae yang
jumlah-nya mencapai 18 jilid membahas beberapa persoalan yang menyangkut bahasa
Priscia, yaitu fonologi, morfologi dan sintaksis. Priscia kemudian dikenal
sebagai peletak dasar tata bahasa Priscia.
C. Zaman Pertengahan.
Pada masa pertengahan ada dua hal
yang perlu dikemukakan sehubungan dengan perkembangan linguistik, kedua hal ini
adalah munculnya kaum Modistae dan tata bahasa spekulatif. [5] Kaum Modistae masih
juga membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, dan pertentangan antara
analogi dan anomali, mereka menerima konsep analogi, karena menurut mereka
bahasa itu bersifat reguler dan bersifat universal, disamping itu mereka juga
secara penuh memperhatikan semantik sebagai dasar penyebutan definisi-definisi
dan bentuk-bentuk bahasa, mereka juga mencari sumber makna, maka dengan
demikian berkembanglah bidang etimologi pada zaman itu.
Tata bahasa spekulativa merupakan hasil integrasi
deskripsi gramatikal bahasa Latin ke dalam filsafat skolastik. Menurut tata
bahasa spekulativa, kata tidak secara langsung mewakili alam dari benda yang
ditunjuk, kata hanya mewakili hal adanya benda itu dalam pelbagai cara, modus,
substansi, aksi, kualitas, dan sebagainya.
Kata
renaissans atau renaissance berhubungan dengan kata renaitre yang
bermakna lahir kembali. Renaissans adalah masa kehidupan kembali usaha
mempelajari zaman kuno (Yunani dan Romawi), baik mengenai keseniannya,
filsafat, sastra yang lahir pada abad 16 dan 17.
1. Para sarjana
pada masa ini selain menguasai bahasa Latin, mereka juga menguasai bahasa
Yunani, Ibrani, dan bahasa Arab.
2. Selain
bahasa Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga
mendapat perhatian dalam pembahasan, penyusunan tata bahasa, serta perbandingan.
2.4 Linguistik Modern (Linguistik Strukturalis)
A.
Linguistik Abad-19
Pada
abad 19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari,
maupun dalam pemerintahan atau pendidikan.[6]
Objek penelitian adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan
kekerabatan atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa Roman, misalnya
secara genetis dapat ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan
bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia. Dalam metode komparatif itu diteliti perubahan
bunyi kata-kata dari bahasa yang dianggap sebagai induk kepada bahasa yang
dianggap sebagai keturunannya. Misalnya perubahan bunyi apa yang terjadi dari
kata barang, yang dalam bahasa Latin
berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa Italia dan Spanyol.
Untuk
mengetahui hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode
komparatif. Antara tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun
hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur
fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para ahli bahasa dari kelompok
Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil menemukan cara untuk mengetahui
hubungan kekerabatan antarbahasa berdasarkan metode komparatif.[7]
B.
Linguistik Abad-20
Pada abad 20
penelitian bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa Eropa saja, tetapi juga
kepada bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti di Amerika (bahasa-bahasa
Indian), Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan Asia (bahasa-bahasa Papua dan bahasa
banyak negara di Asia).
Ferdinand de Saussure
Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dianggap sebagai Bapak Linguistik Modern berdasarkan
pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique
Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert
Sechehay tahun 1915 (jadi, 2 tahun setelah Saussure meninggal), berdasarkan
catatan kuliah selama de Saussure memberi kuliah di Universitas Jenewa tahun
1906-1911.
Pandangan yang dimuat dalam buku
tersebut mengenai konsep:[8]
1.
Telaah sinkronik dan
diakronik
2.
Perbedaan langue dan
parole
3.
Perbedaan signifiant
dan signifie
4.
Hubungan sintagmatik
dan paradigmatik
John R. Fith
John R. Firth (1890-1960) guru besar
pada Universitas London, dia sangat terkenal
karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Karena itulah aliran yang
dikembangkannya dikenal dengan nama Aliran Prosodi atau Aliran Firthian.
Fonologi prosodi adalah suatu cara
untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Ada tiga macam pokok prosodi,
yaitu:
1.
Prosodi yang
menyangkut gabungan fonem; struktur kata, struktur suku kata, gabungan
konsonan, dan gabungan vokal.
2.
Prosodi yang
terbentuk oleh sendi atau jeda.
3.
Prosodi yang
realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar dari pada fonem-fonem
suprasegmental.
Firth juga terkenal dengan pandangannya mengenai bahasa. Dalam bukunya
yang berjudul The Tongues of Man and Speech dan Papers in Linguitics,
Firth berpendapat telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. tiap
tutur harus dikaji dalam konteks situasinya, yaitu orang-orang yang berperan
dalam masyarakat, kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang
berhubungan.[9]
Leonard Blomfield
L. Bloomfield (1887-1949), yang melalui kuliah dan karyanya
mendominasi dunia linguistik sampai akhir hayatnya. Pada tahun 1914 Bloomfield
menulis buku An Introduction to
Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal Language yang didirikan oleh Linguistic Society of America tahun
1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan behaviorismenya tentang fakta
bahasa, yakni stimulus-response atau
rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957) dari
Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui teknik drill.
Dalam bukunya Language,
Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan
pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti,
karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut
strukturalis.[10]
Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan
bidang mandiri dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan
bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori
oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem
unsur adalah tata bahasa tagmemik
yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh
sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang
disebut tagmem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar