Metode Induksi dan Eksperimen
Sir Francis Bacon, Viscount St
Alban pertama lahir 22 Januari 1561, dan wafat 9 April 1626 adalah seorang filusuf,
negarawan dan penulis Inggris. Ia juga dikenal sebagai pendukung Revolusi
Sains. Menurut John Aubrey, dedikasinya menggabungkannya ke dalam sebuah
kelompok ilmuwan yang bersejarah yang meninggal dunia akibat eksperimen mereka
sendiri.
Karya-karyanya membangun dan
memopulerkan matodologi induksi untuk penelitian ilmiah, seringkali disebut
metode Baconian atau secara sederhana disebut metode ilmiah[1].
Dalam masanya, metode-metode tersebut dihubung-hubungkan dengan trend
kepercayaan Hermes dan Alchemy. Walaupun demikian, kebutuhannya terhadap sebuah
prosedur yang terencana untuk meneliti semua hal yang alami menandai sebuah
pembaruan dalam kerangka retoris dan teoritis untuk ilmu pengetahuan.
Kebanyakan dari kerangka-kerangka penelitian ilmiah ini masih menjadi dasar
lahirnya metodologi yang lebih baik hari ini.
Tetapi,
tulisan Bacon terpenting adalah menyangkut falsafah ilmu pengetahuan. Dia
merencanakan suatu kerja besar Instauratio Magna atau Great Renewal dalam enam
bagian.Bagian pertama dimaksud untuk meninjau kembali keadaan ilmu pengetahuan
kita. Bagian kedua menjabarkan sistem baru penelaahan ilmu. Bagian ketiga
berisi kumpulan data empiris. Bagian keempat berisi ilustrasi sistem baru
ilmiahnya dalam praktek. Bagian kelima menyuguhkan kesimpulan sementara. Dan
bagian keenam suatu sintesa ilmu pengetahuan yang diperoleh dari metode
barunya. Tidaklah mengherankan, skema raksasa ini --mungkin pekerjaan yang
paling ambisius sejak Aristoteles--tak pernah terselesaikan. Tetapi, buku The
Advancement of Learning (1605) dan Novum Organum (1620) dapat dianggap sebagai
penyelesaian kedua bagian dari kerja raksasanya.
Novum Organum atau New Instrument mungkin buku
Bacon terpenting. Buku ini dasarnya merupakan pernyataan pengukuhan untuk
penerimaan metode empiris tentang penyelidikan.. Kemudian, kata Bacon, ambil
kesimpulan dari fakta-fakta itu dengan cara argumentasi induktif yang logis.
Meskipun para ilmuwan tidak mengikuti metode induktif Bacon dalam semua segi,
tetapi ide umum yang diutarakannya untuk penelitian dan percobaan penting yang
menjadi gerak dorong dari metode yang digunakan oleh mereka sejak itu.
Francis Bacon
bukanlah orang pertama yang menemukan arti kegunaan penyimpulan akliah secara
induktif, dan juga bukan dia orang pertama yang memahami keuntungan-keuntungan
yang mungkin diraih oleh masyarakat pengembangan ilmu pengetahuan.
Ilmuwan-ilmuwan Islam sejak lama diketahui sudah mengembangkan penyimpulan
akliah. Tetapi, tak ada orang sebelum Bacon yang pernah menerbitkan dan
menyebarkan gagasan seluas itu dan sesemangat itu. Lebih dari itu, sebagian
karena Bacon seorang penulis yang begitu bagus, dan sebagian lagi karena
kemasyhurannya selaku politikus terkemuka, sikap Bacon terhadap ilmu
pengetahuan betul-betul punya makna penting yang besar. Tatkala "Royal
Society of London" (kelompok elit orang pilihan) didirikan tahun 1662
untuk menggalakkan ilmu pengetahuan, para pendirinya menyebut Bacon sebagai
sumber inspirasinya.
Pada setiap
ilmu terdapat penggunaan metode induksi ataupun deduksi, menurut apa yang
disebut siklus empiris. Dalam siklus ini memiliki 5 tahapan, antara
lain: Observasi, Induksi, Deduksi, Eksperimen, dan evalusi[2].
Tahapan itu pada dasarnya tidak berlaku secara berturut-turut, melainkan
menjadi semua sekaligus. Akan tetapi, siklus ini diberi bentuk tersendiri dalam
penelitian filsafat, behubungan dengan sifat-sifat objek formal yang istimewa,
yaitu manusia.
Secara umum induksi dijelaskan
sebagai proses berpikir di mana orang berjalan dari yang kurang universal
menuju yang lebih universal, atau secara lebih ketat lagi dari yang individual
atau partikular menuju ke yang umum atau universal. Induksi bisa mengantarkan manusia
pada tingkatan inderawi dan individual menuju ke tingkatan intelektual dan
universal.
Dalam segala bentuknya yang lebih
khusus induksi merupakan persoalan generalisasi empiris, yakni kita berargumen
bahwa karena adanya sesuatu yang telah
terbukti benar dalam sejumlah kasus yang diamati. Oleh karena itu, argument
ataupun penelitian ilmiah yang bertitik tolak dari pengetahuan-pengetahuan
khusus untuk sampai kepada suatu kesimpulan berupa pengetahuan yang umum.[3]
Adapun David Hume menayatakan
penyataannya, bahwa argumentasi yang bersifat induktif bersandar pada suatu
keanekaragaman, kebiasaan dan pengalaman, hal ini sesuai dengan apa yang
menjadi stressing point Francis Bacon dengan menekankan aspek eksperimen
sebagai hal penting untuk menaklukan alam dengan rahasianya (to torture nature
for her secrets). Dalam hal ini Bacon menyebutnya sebagai komposisi sejarah
alamiah dan eksperimental (the composition of a natural and experimental
history).[4]
Menurutnya, eksperimen sangat
penting karena jika kita dengan sederhana mengamati tentang apa-apa yang
terjadi di sekitar kita, maka kita dibatasi dalam data-data yang kita kumpulkan;
ketika kita menampilkan sebuah percobaan kita mengendalikan keadaan pengamatan
sejauh mungkin dan memanipulasi keadaan dari percobaan untuk melihat apa yang
terjadi dalam lingkungan-lingkungan di mana hal sebaliknya tidak pernah
terjadi. Eksperimen memungkinkan kita untuk menanyakan “apa yang terjadi jika
...?”. Bacon menyatakan bahwa dengan mengadakan percobaan-percobaan kita mampu
menaklukan alam dan rahasianya.[5]
Satu hal yang terpenting adalah bahwa banyak hal-hal yang terpelihara atau terjaga. Jadi, apa yang orang-orang perlu
pelajari dari alam ini ialah bagaimana menggunakannya secara penuh untuk
mendominasi dengan keseluruhan alam tersebut dan juga atas orang lain.
Berdasarkan pemikirannya
tersebut, Bacon merumuskan dasar-dasar berpikir induktif modern. Menurutnya,
metode induksi yang tepat adalah induksi yang bertitik pangkal pada pemeriksaan
yang diteliti dan telaten mengenai data-data partikular, yang pada tahap
selanjutnya rasio dapat bergerak maju menuju penafsiran terhadap alam
(interpretatio natura). Untuk mencari dan menemukan kebenaran dengan metode
induksi, Bacon mengemukakan ada dua cara yang harus dilakukan, yaitu:
1) Rasio yang
digunakan harus mengacu pada pengamatan inderawi yang partikular, kemudian
mengungkapnya secara umum.
2) Rasio yang
berpangkal pada pengamatan inderawi yang partikular digunakan untuk merumuskan
ungkapan umum yang terdekat dan masih dalam jangkauan pengamatan itu sendiri,
kemudian secara bertahap mengungkap yang lebih umum di luar pengamatan.
Dalam filsafat
Whitehead induksi bukanlah proses menarik hukum-hukum dari observasi yang
diulang-ulang tetapi dengan cara membuat dugaan tentang ayat-ayat masa depan
yang didasarkan pada sifat-sifat masa lampau dari benda-benda yang diobservasi.
Maka hal ini melibatkan imajinasi dan akal. Menurutnya, generalisasi ide harus
sampai pada suatu sistem ide yang koheren, logis dan niscaya.[6]
Untuk menghindari penggunaan
metode induksi yang keliru, Bacon menyarankan agar menghindari empat macam
idola atau rintangan dalam berpikir, yaitu:
a) Idola
tribus (bangsa) yaitu prasangka yang dihasilkan oleh pesona atas keajekan
tatanan alamiah sehingga seringkali orang tidak mampu memandang alam secara
obyektif. Idola ini menawan pikiran orang banyak, sehingga menjadi prasangka
yang kolektif
b) Idola cave
(cave/specus = gua), maksudnya pengalaman dan minat pribadi kita sendiri
mengarahkan cara kita melihat dunia, sehingga dunia obyektif dikaburkan.
c) Idola fora
(forum = pasar) adalah yang paling berbahaya. Acuannya adalah pendapat orang
yang diterimanya begitu saja sehingga mengarahkan keyakinan dan penilaiannya
yang tidak teruji.
d) Idola
theatra (theatra = panggung). Dengan konsep ini, sistem filsafat tradisional
adalah kenyataan subyektif dari para
filosofnya. Sistem ini dipentaskan, lalu tamat seperti sebuah teater.
Pada akhir tahapan ini Bacon
menciptakan sebuah teori epistomologi induktivisme sebagai kesimpulan dari
observasi tersebut. Teori Induksi ini, dalam pengertian luas hanyalah merupakan
suatu bentuk pemikiran (reasoning) yang bukan deduktif – cenderung menentang
dan attacking - tapi dalam pengertian lebih sempit di mana Bacon gunakan,
adalah suatu bentuk dari pemikiran di mana kita menjeneralisasikan dari sebuah
keseluruhan pengamatan terhadap kumpulan bagian-bagian penting untuk sebuah
kesimpulan umum. Karena induksi sendiri memiliki beberapa sifat yang tidak
boleh dihilangkan atau diabaikan.
[1] Wikipedia bahasa Indonesi, “Francis
Bacon” Diakses pada tanggal 22 April 2012 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Francis_Bacon
[2] Bakker
Anton dan Charis Zubair Ahmad, Metode
Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Penerbit Knisius, 1998)h. 43
[3]
Suhartono Suparlan, Dasar-Dasar Filsafat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2004),
h. 97
[4] Diakses pada tanggal 22 April 2012
dari http://benvika-cercahanrasio.blogspot.com/2011/02/induksi-bacon.html
[6] Diakses pada tanggal 22 April 2012
dari http://benvika-cercahanrasio.blogspot.com/2011/02/induksi-bacon.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar