Rabu, 01 Februari 2017

Sejarah Singkat Pembukuan Al-Qur'an & Surat At taubah tanpa Basmalah


Hasil gambar untuk Surat at taubahBu Andika
Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Ustadzah Rina, mengapa ketika kita membaca surat At-taubah / barooah itu tidak boleh membaca basmalah? Dalam Al-Qur’an pun tidak tercantum kalimat bismillah di awal surat at taubah?

Jawab:
Wa’alaikumussalam Warohmatullohi ta’ala wabarokatuh
Terima kasih atas pertanyaan bu Dika, yang bila kita bahas insya Allah akan menambah wawasan kita dalam AL-Qur’an. 

Sebelum saya masuk ke dalam pembahasan, saya akan sedikit menceritakan sejarah Al-Qur’an pada Masa pemerintahan Rosulullah Muhammad SAW, dan sahabat.

Seperti yang kita ketahui, Al-Qur’an adalah ayat-ayat suci berisi firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Dan Al-Qur’an tidak diturunkan secara langsung dari Al-fatihah hingga An-naas, namun Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur. Ketika terjadi sebuah peristiwa, atau suatu kejadian pada zaman Rosul, Allah turunkan Wahyu kepada Nabi Muhammad SAW.

Pembagian struktur Al-Qur’an terbagi menjadi 2: surat Makiyyah (Ayat yang turun di makkah), dan surat Madaniyyah (Ayat yang turun di madinah, setelah nabi hijrah).
Wahyu yang pertama kali turun adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5, ayat ini termasuk dari Surat Makiyyah karena turun di Goa Hiro’, sebelum Rosulullah Muhammad Hijrah ke Madinah; yang berbunyi:
Hasil gambar untuk surat al alaq 1-5  
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. 

Namun surat yang pertama tertulis di Al-Qur’an adalah Al-Fatihah. Mengapa demikian? Lalu bagaimana menysusunnya? Ya, ketika Ayat al-Qur’an turun, Nabi memanggil para sahabat yang bisa membaca dan menulis, seperti; Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, dan Mu’awiyah. Rosulullah menjelaskan setiap ayat yang turun, dan membagi serta merangkainya menjadi 1 surat, kemudian para sahabat menulisnya. Rosulullah SAW memerintahkan kepada para sahabat yang telah disebutkan di atas untuk menulis ayat yang telah turun, karena pada Zaman Rosulullah masih jarang ada kertas, mereka menulisnya di dedaunan kering, batu, dan pelepah kurma. Lantas, selain dengan menulisnya, bagaimana cara mereka memelihara Al-Qur’an? Mereka menghafalkannya. 

Kemudian ketika Kepemerintahan telah diambil alih oleh Abu Bakar As-Shiddiq sepeninggal Rosulullah Muhammad SAW, terjadilah perang yamamah, dan banyak dari para sahabat yang mati menjadi syuhada’, 70 di antaranya adalah para penghafal Al-Qur’an. Dari peristiwa ini, Sahabat Umar bin Khattab mengusulkan pada Sayyidina Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh ayat-ayat Al-Qur’an yang telah ditulis oleh sahabat dan membukukannya, dan usulannya pun diterima.

Ketika kepemimpinan telah dikendalikan oleh kholifah ke-3, Utsman bin Affan. Terjadi perbedaan pendapat antara kaum muslimin yang berbeda daerah mengenai bacaan Al-Qur’an mereka. Kejadian ini sungguh meresahkan, bila dibiarkan maka akan terjadi perpecahan. Sehingga Utsman bin Affan memutuskan untuk mengcopy Mushaf Al-Qur’an yang telah dibukukan menjadi 5. Lalu mushaf-mushaf tersebut beliau kirimkan pada beberapa kota, yakni: Makkah, Syiria, Kuffah, Basrah, dan terakhir madinah (Mushaf yang di pegang oleh sayyidina Utsman yang biasa kita sebut dengan Mushaf Utsmani. 

Begitulah sekilas sejarah Pembukuan Al-Qur’an pada Masa Rosulullah dan Para Sahabat. Dan masuklah kita pada inti pertanyaan. Ada dua versi penjelasan, mengapa di surat at-Taubah tidak diawali dengan bacaan basmalah.

Pertama, tidak adanya basmalah di awal surat at-Taubah adalah ijtihad sahabat terkait urutan al-Quran yang diajarkan Nabi SAW. Para sahabat menyimpulkan dari beliau, yang kemudian menjadi acuan penulisan dalam mushaf Utsmani.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menanyakan hal ini kepada Utsman radhiyallahu ‘anhu,

مَا حَمَلَكُمْ أَنْ عَمَدْتُمْ إِلَى الأَنْفَالِ وَهِىَ مِنَ الْمَثَانِى وَإِلَى بَرَاءَةَ وَهِىَ مِنَ الْمِئِينَ فَقَرَنْتُمْ بَيْنَهُمَا وَلَمْ تَكْتُبُوا بَيْنَهُمَا سَطْرَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ وَوَضَعْتُمُوهُمَا فِى السَّبْعِ الطُّوَلِ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى ذَلِكَ

Apa yang menyebabkan anda memposisikan surat al-Anfal disambung dengan surat at-Taubah, sementara anda tidak menuliskan kalimat basmalah diantara keduanya. Dan anda letakkan di 7 deret surat yang panjang. Apa alasan anda?

Jawab Utsman,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِمَّا يَأْتِى عَلَيْهِ الزَّمَانُ وَهُوَ تَنْزِلُ عَلَيْهِ السُّوَرُ ذَوَاتُ الْعَدَدِ فَكَانَ إِذَا نَزَلَ عَلَيْهِ الشَّىْءُ دَعَا بَعْضَ مَنْ كَانَ يَكْتُبُ فَيَقُولُ ضَعُوا هَؤُلاَءِ الآيَاتِ فِى السُّورَةِ الَّتِى يُذْكَرُ فِيهَا كَذَا وَكَذَا وَإِذَا نَزَلَتْ عَلَيْهِ الآيَةُ فَيَقُولُ ضَعُوا هَذِهِ الآيَةَ فِى السُّورَةِ الَّتِى يُذْكَرُ فِيهَا كَذَا وَكَذَا

Selama masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan wahyu, turun surat-surat yang ayatnya banyak. Ketika turun kepada beliau sebagian ayat, maka beliau akan memanggil sahabat pencatat al-Quran, lalu beliau perintahkan, “Letakkan ayat-ayat ini di surat ini.” Ketika turun ayat lain lagi, beliau perintahkan, “Letakkan ayat ini di surat ini.”

Utsman melanjutkan,

وَكَانَتِ الأَنْفَالُ مِنْ أَوَائِلِ مَا أُنْزِلَتْ بِالْمَدِينَةِ وَكَانَتْ بَرَاءَةُ مِنْ آخِرِ الْقُرْآنِ وَكَانَتْ قِصَّتُهَا شَبِيهَةً بِقِصَّتِهَا فَظَنَنْتُ أَنَّهَا مِنْهَا فَقُبِضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلَمْ يُبَيِّنْ لَنَا أَنَّهَا مِنْهَا

Sementara surat al-Anfal termasuk surat yang pertama turun di Madinah. Sedangkan surat at-Taubah, turun di akhir masa. Padahal isi at-Taubah mirip dengan surat al-Anfal. Sehingga kami (para sahabat) menduga bahwa surat at-Taubah adalah bagian dari surat al-Anfal. Hingga Rasulullah SAW wafat, beliau tidak menjelaskan kepada kami, bahwa at-Taubah itu bagian dari al-Anfal.
Lalu Utsman menegaskan,

فَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ قَرَنْتُ بَيْنَهُمَا وَلَمْ أَكْتُبْ بَيْنَهُمَا سَطْرَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَوَضَعْتُهَا فِى السَّبْعِ الطُّوَلِ

Karena alasan ini, saya urutkan al-Taubah setelah al-Anfal, dan tidak kami beri pemisah dengan tulisan bismillahirrahmanirrahim, dan aku posisikan di tujuh surat yang panjang. (HR. Ahmad 407, Turmudzi 3366, Abu Daud 786, dan dihasankan at-Turmudzi dan ad-Dzahabi)

Alasan sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu ini, seolah menjelaskan latar belakang, mengapa di awal surat at-Taubah tidak tertulis basmalah. Yang sejatinya, ini merupakan hasil pemahaman sahabat terhadap al-Quran yang mereka dapatkan dari Nabi SAW.

Kedua, tidak adanya basamalah di awal at-Taubah, karena beda konten basmalah dengan at-Taubah.
Basmalah menggambarkan keamanan, dan kasih sayang Allah, sementara at-Taubah mennyebutkan tentang permusuhan Allah dan Rasul-Nya SAW, kepada orang musyrikin dan orang munafik.
Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
لِـمَ لَمْ تَكْتُبْ فِي بَرَاءَة بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم ؟
Mengapa anda tidak menulis bismillahirrahmanirrahim di awal surat at-Taubah?
Jawab Ali bin Abi Thalib,
لِأَنَّ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم أَمَانٌ ، وَبَرَاءَة نَزَلَت بِالسَّيْفِ ، لَيْسَ فِيهَا أَمَانٌ
Karena bismillahirrahmanirrahim isinya damai, sementara surat at-Taubah turun dengan membawa syariat perang, di sana tidak ada damai. (HR. Hakim dalam al-Mustadrak 3273)

Penjelasan sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah penjelasan mengenai hikmah tidak adanya basamalah di surat at-Taubah. Beliau menilik makna dari basmalah dan makna dari surat at-Taubah. Basmalah, kalimat yang berisi rahmat Allah, memberikan kedamaian, keamanan. Sementara surat at-Taubah merupakan pengumuman bagi orang musyrikin, bahwa Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam memusuhi mereka dan menantang perang mereka.

Waalahu A’lamu bis Showab






2 komentar: