Tidur
adalah aktivitas yang menyita banyak waktu. Pada umumnya, sepertiga waktu
manusia dipergunakan untuk tidur. Alokasi waktunya lebih banyak dibanding
bekerja, bermain, dan aktivitas ibadah. Mengenai hal ini, Al-Ghazali membuat
hitung-hitungan sebagai berikut: “seandainya seseorang tidur selama 8 jam
sehari, maka dalam usia 60 tahun, ia telah tidur selama kurang lebih 20 tahun.
Sedangkan sisa usianya digunakan antara beribadah, bermain, melakukan
kesia-siaan dan berbuat maksiat.
Tidur adalah tanda kebesaran
Allah SWT dan nikmat yang dikaruniakan pada manusia. Dalam QS. Ar-Rum : 23
Allah berfirman:
"dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari
sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan."
Dalam
tidur terdapat beberapa manfaat. Diantaranya dapat menjaga kesehatan,
menjernihkan pikiran. Begitu pula dengan tidur seseorang bisa bermimpi.
Sedangkan mimpi adalah salah satu kebesaran Allah sekaligus tanda-tanda
kenabian. Rosulullah SAW bersabda, “Tidak ada yang tersisa dari kenabian
kecuali kabar baik. Dan kabar baik itu adalah mimpi yang baik.” (HR. Bukhori)
Adab-adab Tidur
Dalam
beberapa keterangan, disebutkan bahwa tidur memang menyita sepertiga masa hidup
seseorang dan menyebabkannya lepas dari aktivitas yang lain. Alangkah meruginya
kita jika waktu yang melimpah tersebut disia-siakan begitu saja.
Maka
dari itu, Al-Ghazali menekankan pentingnya beribadah dalam tidur, sehingga
tidur hanya berfungsi me-refresh tubuh dan pikiran, tapi juga berfungsi ssebagai
wirid yang menyegarkan keimanan. Fungsi ini bisa di aplikasikan apabila tidur
dilakukan sesuai dengan adab dan tata krama yang baik. Di dalam kitab “Ihya’-Ulumuddin”,
Al-Ghazali menyebutkan sepuluh tatakrama yang harus dipenuhi agar tidur menjadi
ibadah.
Pertama,
Thaharah dan bersiwak. Bersuci dapat menjadikan hal biasa menjadi luar
biasa. Rosulullah SAW bersabda, “Apabila seorang hamba tidur dalam keadaan
suci, maka ruhnya akan dimi’rajkan ke Arasy, segingga mimpinya pasti benar. Dan
apabila tidur dalam keadaan tidak suci, maka ruhnya tidak bisa mencapai Arasy,
dan mimpinya hanya akan menjadi bunga tidur.
Kedua,
meletakkan siwak dan air untuk bersuci di tempat yang mudah dijangkau ketika
sudah bangun. Kemudian berniat melaksanakan ibadah sebangun tidur. Ketika sudah
bangun dari tidurnya, hendaknya langsung bersiwak (menggosok gigi).
Diriwayatkan bahwa “Rasulullah SAW setiap malam bersiwak berulangkali. Beliau
bersiwak setiap kali hendak bangun tidur.
Ketiga,
menulis wasiat. Menjenlang tidur hendaknya seseorang menuliskan wasiat dan
meletakkan tulisannya disamping kepalanya. Hal itu dilakukan untuk
mengantisipasi atas terjadinya kematian
yang mendadak. Sebab, tidur adalah kematia sementara.
Keempat,
bertaubat. Tidak berniat mendzolimi orang islam dan tidak ada keinginan
bermaksiat ketika sudah bangun.
Kelima,
tidak menyediakan alas tidur yang nyaman dan empuk. Sebagian Salaf as-Shaleh
tidak suka menyediakan alas tidur dan menganggapnya sebagai suatu yang terlalu
berlebih-lebihan. Bahkan, Ahlussuffah selalu tidur tanpa alas di atas tanah.
Mereka meyakini tidur tanpa alas sangat cocok dengan prinsip tawadlu’ dan
membuat hati lebih lembut.
Keenam,
tidak tidur kalau tidak mengantuk. Oleh karenanya, tidak perlu memaksakan diri
untuk tidur kecuali untuk saat malam. Para sahabat R.A baru tidur kalau mereka
merasa sangat mengantuk, makan jika merasa lapar, dan berbicara jika sangat
diperlukan.
Ketujuh,
menghadap kiblat. Menghadap kiblat ada 2 model, tergantung posisi saat tidur.
Jika sedang terlentang, maka yang dihadapkan ke kiblat adalah wajah dan dua
telapak kaki. Apabila tidur miring, maka yang dihadapkan ke kiblat adalah wajah
dan bagian depan tubuh.
Kedelapan,
berdo’a. Orang yang hendak tidur disunnahkan membaca Takbir 33 kali, Tasbih 33
kali, Tahmid 33 kali, serta membaca do’a sebelum tidur. Juga disunnahkan
membaca ayat kursi, ayat 163-164 dan akhir ayat dari surat al-Baqarah. Lalu
meniup kedua telapak tangan dan mengusapnya ke wajah dan seluruh badan.
Kesembilan,
ingat bahwa tidur sama dengan mati, bangun tidur sama dengan Ba’ats.
Sebab, perumpamaan tidur antara hidup dan mati
seperti barzakh antara dunia dan akhirat. Ka’ab al-Akhbar berkata “Apabila
hendak tidur, tidurlah di atas lambung kanan dan hadapkan wajahmu ke kiblat,
karena tidur adalah kematian.”
Kesepuluh,
berdo’a ketika bangun tidur. Orang yang bangun tidur disunnahkan membaca do’a
berikut:
لا إله الا الله الواحد القهار رب السموات والأرض وما
بينهما العزيز الغفار
Dan ketika
beranjak dari tempat tidur disunnahkan membaca :
الحمد لله الذي أحينا بعد ما
اماتنا واليه النشور
Amalan Sebelum
Tidur
Berkaitan dengan
persiapan menjelang tidur, Rasulullah pernah berwasiat kepada istrinya, Aisyah.
“Wahai Aisyah, janganlah engkau tidur sebelum engkau melakukan empat hal :
mengkhatamkan Al-Qur’an, memperoleh syafaat dari para Nabi, membuat hati para
kaum Mukminin dan Mukminat senang dan Ridha kepadamu, dan melakukan Haji dan
Umroh.”
Aisyah bertanya,
“Ya Rasulallah, bagaimana mungkin aku melakukan semua itu sebelum tidur?”
Rasulullah SAW menjawab, “sebelum tidur, bacalah Qul huwa Allah Ahad (surat
Al-Ikhlas) tiga kali. Itu sama nilainya dengan mengkatamkan Al-Qur’an.
Rasulullah
melanjutkan sabdanya, “Kemudian agar engkau mendapat syafaat dariku dan para
Nabi sebelumku bacalah sholawat”.
“sebelum tidur, hendaknya
kamu juga melakukan Haji dan Umroh.” “Bagaimana caranya?” tanya Aisyah lagi.
Rasulullah bersabda, “barang siapa yang membaca Subhanallah wal hamdulillah
wa la ilaaha illa Allah wa Allahu Akbar, maka dia dinilai sama dengan orang
yang melakukan haji dan umroh”
Niat dan ikhtiar
dengan melakukan persiapan bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya tidak bisa
dipisahkan. Akhirnya, semoga kita bisa mengamalkannya, sehingga tidur kita
menjadi bagian dari pengabdian diri kepada Allah SWT. Wallahu a’lam
bish-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar