A.
Metode Qawaid dan Tarjamah
1.
Pengertian Metode Qawaid dan
Tarjamah
Metode ini merupakan
gabungan dari metode Gramatika
dan metode Terjemah. Dalam metode ini
adalah mempelajari bahasa asing
yang menekankan qawaid atau
kaidah-kaidah bahasa untuk mencapai
keterampilan membaca, menulis,
dan menterjaemah. Metode dapat dibilang
edial dari pada salah satu
atau keduanya dari metode ini
(gramatika dan terjemah), terlebih dahulu diajarkan dan kemudian pelajaran
menerjemah dan pelaksanaannya pun sejalan.[1]
Metode terjemah adalah sebuah metode yang di dalamnya menerjemahkan
dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran bersamaan dengan penerapan aturan-aturan
tata bahasa. Metode ini menfokuskan pada kegiatan menerjemahkan bacaan dari
bahasa asing ke dalam bahasa siswa, dan sebaliknya.
Metode qowaid adalah metode yang menekankan pada penghafalan aturan
gramatika dan sejumlah kata tertentu yang kemudian dirangkai menurut tata
bahasa yang berlaku. Metode ini mulai kurang efektif dengan adanya
penemuan-penemuan seperti mesin percetakan.
Metode
qowaid-terjemah ini merujuk pada masa Rennaisance (abad 16) ketika banyak
sekolah dan universitas di Eropa mengharuskan para siswa atau mahasiswanya
mempelajari bahasa Latin karena dianggap “nilai pendidikan yang tinggi” yg
berguna untuk mempelajari teks-teks klasik, dan juga karena “disiplin batin”
yang dilatih melalui analisis logis bahasanya, dan penghafalan kaidah-kaidah
bahasa dan pola kalimat yang rumit, serta kaidah dan pola dalam latihan
terjemah.[2]
2.
Latar Belakang Metode Qawaid dan Tarjamah
Lahirnya metode qawaid dan terjemah
dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan mempelajari dan mengajarkan bahasa
asing. Metode ini digunakan untuk mengajarkan bahasa yang memiliki peradaban
masa lampau. Selain itu, metode ini bermuara pada zaman kebangkitan di Eropa ada
masa kebangkitan tersebut bahasa Yunani dan bahasa Latin digunakan untuk
mentransfer warisan kemanusiaan ke dunia Barat yang ditulis dalam berbagai
macam bahasa.[3]
Metode gramatika dan tarjemah ( thariqoh al qawaid wa
al-tarjamah / grammar translation method) sering dijuluki sering dijuluki
dengan metode tradisional. Sepintas julukan ini mengandung kesan “ metode kolot
“. Boleh jadi demikian, sebab metode ini memang sudah tua. Akan tetapi bukan
masalah tuanya, yang penting dan menarik adalah, bahwa metode kaidah-terjemah
sudah melekat kuat di masyarakat Eropa selama berabad-abad dalam mengerjakan
bahasa-bahasa asing, sebut saja Yunani kuno dan latin.
Sejak itu banyak sekolah / universitas yang
mengharuskan pelajar / mahasiswanya untuk mempelajari bahasa- bahasa ini karena
dianggap memiliki “ nilai pendidikan tinggi “ dalam mempelajari naskah-naskah
klasik. Selain itu karena ada nya “ disiplin batin “ yang dilatih analogis
bahasa, penghapalan kaidah-kaidah bahasa dan pola-pola kalimat yang rumit, dan
penerapan kaidah-kaidah dalam bahasa tarjamah. Maka dapat dikatakan bahwa
metode ini sudah memberikan andil besar secara turun temurun dalam “
mencerdaskan kehidupan bangsa” khususnya dikawasan Eropa . Itulah makna
jukulukan “ tradisional “ terhadap metode kaidah dan terjamah.[4]
3.
Konsep Dasar Metode Qawaid
dan Tarjamah
Asumsi yang mendasari metode gramatika dan tarjamah adalah
suatu logika semesta (al-mathiq al-alami/ universal logic) yang menyatakan
bahwa semua bahasa didunia dasarnya sama, dan tata bahasa adalah cabang dari
logika. Untuk melihat titik kesamaan itu,
perlu dilakukan kajian tata bahasa asing yang dipelajari, dan untuk melihat
pokok pikiran yang terkandung oleh tulisan bahasa asing yang dipelajari, perlu
diadakan kegiatan transformasi (terjemah ) kosa kata dan kalimat dalam bahasa
pelajar sehari-hari. Jadi inti kegiatan belajar bahasa asing adalah menganalisa
tata bahasa, menulis kalimat, dan menghapalkan kosakata sebagai dasar
transformasinya kedalam bahasa yang digunakan sehari-hari.[5]
Ada dua pendekatan teori yang mendasari pengajaran bahasa, yaitu
teori tata bahasa tradisional dan structural. Keduanya memiliki pandangan yang
saling berserbangan dalam hal tata bahasa. Nababan mengatakan bahwa teori
tradisional menekan kan adanya suatu tata bahasa yang semesta (al - qawaid
al-alamiyah/ universal grammer), sedangkan teori structural memandang bahwa
struktur bahasa-bahasa di dunia tidak sama. Teori tradisional melihat bahasa
secara preskiftif, artinya bahasa yang baik dan benar adalah menurut para ahli
bahasa, bukan yang digunakan oleh penutur asli yang dilapangan. Berbeda dengan
teori tradisional, teori structural melihat bahasa secara deskriptif, artinya
bahasa yang baik dan benar adalah yang digunakan oleh penutur asli lapangan.
Metode gramatika dan terjamah melihat bahasa secara
preskriftif, dengan demikian kebenaran bahasa berpedoman pada petunjuk
tertulis, yaitu aturan-aturan gramatikal yang ditulis oleh ahli bahasa, bahkan
menurut ukuran guru.
Ba’labaka menjelaskan bahwa dasar pokok metode ini
adalah hapalan kaidah, analisa gramatika terhadap wacana, lalu terjemahnya
kedalam bahasa yang digunakan sebagai pengantar pelajaran. Sedangkan perhatian
terhadap kemampuan berbicara sangat kecil. Ini berarti bahwa titik tekan metode
ini bukan melatih para pelajar akan pandai berkomunikasi secara aktif,
melainkan memahami bahasa secara logis yang disandarkan kepada analisa, cermat
terhadap aspek kaidah tata bahasa. Tujuan metode ini menurut Al-Naqah adalah
agar para pelajar pandai dalam menghapal dan memahami tata bahasa,
mengungkapkan ide-ide dengan menterjamahkan bahasa ibu atau bahasa kedua ke
dalam bahasa asing yang dipelajari, dan membekali mereka agar mampu memahami
teks bahasa asing dengan menterjamahkannya kedalam bahasa sehari-hari atau
sebalinya.
Berdasarkan pernyataan tersebut ada dua aspek penting
dalam metode gramatika dan tarjamah :
1.
Kemampuan
menguasai kaidah tata bahasa.
2.
Kemampuan
menerjamahkan.
Dua kemampuan ini adalah modal dasar untuk menstranfer
ide atau pikiran kedalam tulisan dalam bahasa asing (mengarang) dan modal dasar
untuk memahami idea tau pikiran yang dikandung tulisan dalam bahasa asing yang
dipelajari (membaca pemahaman).
Dari konsep dasar tersebut dapat di kemukakan beberapa
karakteristik metode gramatika dan terjemah yaitu :
a.
Ada kegiatan
disiplin mental dan pengembangan intelektual dalam belajar bahasa dengan banyak
penghapalan dan memahami fakta-fakta.
b.
Ada
penekanan pada kegiatan membaca, mengarang dan terjemah. Sedangkan kegiatan
menyimak dan berbicara kurang diperhatikan.
c.
Seleksi
kosakata khususnya berdasarkan teks-teks bacaan yang dipakai. kosakata ini
diajarkan melalui daftar-daftar dwibahasa studi kampus dan penghapalan.
d.
Unit yang
mendasar ialah kalimat, anak perhatian lebih banyak dicurahkan kepada kalimat,
sebab kebanyakan waktu para pelajar dihabiskan oleh aktivitas terjamahan kalimat-kalimat
terpisah.
e.
Tata bahasa
diajarkan secara deduktif, yaitu dengan penyajian kaidah-kaidah bahasa seperti
dalam bahasa latin yang dianggap semesta (al-alamiyyah/ iniversal). Ini
kemudian dilatih lewat terjemahan-terjemahan.
f.
Bahasa
pelajar sehari-hari (bahasa ibu atau bahasa kedua) digunakan sebagai bagan
pengantar.[6]
4.
Kelemahan dan Kelebihan Metode Qawaid dan Tarjamah
Kelemahan
dalam metode Qawaid dan Terjemah
1.
Pengajarannya hanya dapat menyusun/ membimbing siswa terampil berbahasa
pasif dan tidak
aktif
2.
Metode ini banyak
mengajarkan tentang bahasanya
bukan kemahiran berbahasa
3.
Terjemahan harfiyah sering
mengacaukan makna kalimat dalam
konteks luas.
4.
Pelajar hanya mempelajarai
satu ragam bahasa.
5.
Para pelajar
menghafalkan kaidah bahasa
yang disajikan secara
perskriftif.
6.
Anilisis tatabahasa munkin baik bagi mereka yang merancang, tapi
tidak menutup kemungkinan dapat membingungkan siswa karena rumitnya anilisis
itu.
7.
Metode ini banyak mengabaikan dalam kemahiran kalam.
8.
Banyak menggunakan bahasa ibu.
9.
Lebih banyak mementingkan pengajaran ilmu tentang bahasa arab,
bukan bahasa sendiri.[7]
Kelebihan
dalam metode Qawaid dan Terjemah
1.
Pelajar mengusai, dalam arti hafal di luar kepala kaedah bahasa
target.
2.
Pelajar memahami isi detail bahan bacaan yang dipelajarinya dan
mampu menerjemahkannya.
3.
Para pelajar hafal kosa kata dalam jumlah yang relatif banyak dalam
setiap pertemuan.
4.
Metode ini memperkuat kemampuan pelajar dalam mengingat dan
menghafal.
5.
Siswa mahir dalam membaca, menulis, dan menerjemah.
6.
Metode ini tidak menuntut siswa untuk aktif berbahasa arab.
7.
Metode ini mudah dilaksanakan.
8.
Dapat meningkatkan wawasan siswa.[8]
5.
Aplikasi Metode Qawaid dan Tarjamah
Untuk mengaplikasikan metode gramatika dan tarjamah dalam
pengajaran bahasa asing, dalam hal ini Bahasa Arab, kita perlu melihat
konsepdasar metode ini sebagaimana dijelaskan di atas agar tidak keluar dari
karakteristik metode ini. Contoh penerapan metode yang mungkin dilakukan oleh
guru bahasa Arab adalah sebagai berikut :
1.
Guru memulai mendengarkan sederetan kalimat yang panjang yang telah
dibebankan pada peserta didik untuk menghafalkan pada kesempatan sebelumnya dan
telah dijelaskan juga tentang makna-makna dari kalimat itu.
2.
Guru memberikan kosa kata baru dan menjelaskan maknanya kedalam
bahasa ibu sebagapi persiapan materi pengajaran.
3.
Selanjutnya guru meminta salah satu peserta didik untuk membaca
buku bacaan dengan suara kuat, teruatama menyangkut hal-hal yang biasanya
peserta didik mengalami kesalahan dan kesulitan, dan tugas guru kemudian
membenarkan.
4.
Kegiatan membaca teks ini diteruskan hingga seluruh peserta didik
memndapat giliran.
5.
Setelah itu, siswa yang dianggap paling bisa untuk menterjemahkan,
kemudian selanjutnya diarahkan pada pemahaman struktur gramatikannya.[9]
[1] Ahmad Izzan, Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, Humaniora, Bandung, 2004, h. 100
[2] Prof. Dr. Aziz
Fachrurrazi, M.A dan Ertha Mahyudin, Lc,. S.S., M.Pd.I, Pembelajaran Bahasa
Asing Metode Tradisional dan Kontemporer, (Jakarta: Bania Publishing, 2010).
Hal. 39
[4] Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011). Hal. 170
[7] Anisatul
Mufarakah, Strategi Belajar Mengajar, teras, Yogyakarta, 2009, h. 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar