Sabtu, 05 April 2014

Profesi Keguruan dalam Pandangan Islam

Islam mementingkan profesionalisme, keberhasilan Nabi sebagai pendidik didahului sadengan bekal kepribadian (personality) yang berkualitas unggul. Belau sejak kecil dikenal sebagai orang yang berbudi luhur, berkepribadian unggul sehingga dijuluki al-amin. Beliau dikenal sebagai orang yang sangat peduli terhadap masalah sosial, memiliki semangat ketajaman dalam membaca, menelaah, dan meneliti berbagai fenomena alam dan sosial; mampu mempertahankan dan mengembangkan kualitas iman dan takwa untuk diri dan umatnya; mampu bekerja dengan baik (amal shaleh); mampu berjuang bekerja sama menegakkan kebenaran.[1]
          Agama Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama’), sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup.
Firman Allah:

Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Nabi bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلم: مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَكَتَمَهُ الْجَمَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِن نَارٍ (الحديث)
            “Barang siapa saja ditanya tentang ilmu kemudian menyimpan ilmunya (tidak mau mengajarkan), maka Allah akan mengekang dia dengan kekangan api neraka pada hari kiamat”.
C.    Syarat untuk Menjadi Guru dalam Islam
Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmaniahnya, baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.
1.      Takwa kepada Allah sebagai syarat menjadi guru
Guru, sesuai dengan tujuan Ilmu Pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepadaNya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya sebagaimana Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya.
2.      Berilmu sebagai syarat untuk menjadi guru
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang di perlukannya untuk suatu jabatan.
Gurupun harus mempunyai ijazah supaya ia dibolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah murid sangat meningkat, sedang jumlah guru jauh daripada mencukupi, maka terpaksa menyimpang untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik pula mutu pendidikan dan pada gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat.
3.      Sehat jasmani sebagai syarat menjadi guru
Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular umpamanya sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Disamping itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Dan jelas guru yang sakit-sakitan kerapkali terpaksa absen tentunya merugikan anak-anak.
4.      Berkelakuan baik sebagai syarat menjadi guru
Budi pekerti guru maha penting dalam pendidikan watak murid. Guru harus menjadi suri tauladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Diantara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlak baik pada anak dan ini hanya mungkin jika guru itu berakhlak baik pula. Guru yang tidak berakhlak baik tidak mungkin dipercayakan pekerjaan mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak baik dalam Ilmu pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh pendidik utama, Muhammad SAW.
Diantara akhlak guru tersebut adalah:
a.       Mencintai jabatannya sebagai guru
b.      Bersikap adil terhadap semua muridnya
c.       Berlaku sabar dan tenang
d.      Guru harus berwibawa
e.       Guru harus gembira
f.       Guru harus bersifat manusiawi
g.      Bekerja sama dengan guru-guru lain
h.      Bekerja sama dengan masyarakat.[2]
Menurut Imam Al-Ghazali, bahwa kode etik dan tugas-tugas guru adalah sebagai berikut: (1) kasih saying kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagaimana anaknya sendiri; (2) meneladani Rasulullah sehingga jangan menuntut upah, imbalan maupun penghargaan; (3) hendaknya tidak member predikat/martabat kepada peserta didik sebelum ia pantas dan kompeten untuk menyandangnya; (4) hendaknya mencegah peserta didik dari sikap jelek (sedapat mungkin) dengan cara sindiran atau tidak tunjuk hidung; (5) menyajikan pelajaran pada peserta didik sesuai dengan taraf kemampuan mereka; (6) dalam menghadapi peserta didik yang kurang mampu, sebaiknya diberi ilmu-ilmu yang global dan tidak perlu menyajikan detailnya; (7) guru hendaknya mengamalkan ilmunya, dan jangan sampai ucapannya bertentangan dengan perbuatannya.
Menurut Abdurrahman Al-Nahlawy, bahwa sifat-sifat guru muslim adalah sebagai berikut: (1) hendaknya tujuan, tingkah laku dan pola piker guru bersifat Rabbani (Q.S. Ali-Imran: 79); (2) ikhlas, yakni bermaksud mendapatkan kerid;aan Allah, mencapai dan menegakkan kebenaran; (3) sabar dalam mengajarkan berbagai ilmu kepada peserta didik; (4) jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya, dalam arti menerapkan anjuran pertama-tama kepada dirinya sendiri karena kalau ilmu dan amal sejalan, maka peserta didik akan mudah meneladaninya dalam setiap perkataan dan perbuatannya; (5) senantiasa membekali diri dengan ilmu dan bersedia mengkaji dan mengembangkannya; (6) mampu menggunakan berbagai metodemengajar secara bervariasi; (7) mampu mengelola peserta didik, tegas dalam bertindak, dan meletakkan masalah secara proposional; (8) mempelajari kehidupan psikis peserta didik selaras dengan masa perkembangannya; (9) tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola berpikir peserta didik, memahami problem kehidupan modern dan bagaimana cara islam mengatasi dan menghadapinya; dan (10) bersikap adil diantara peserta didik. [3]



[1] Majid Abdul, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offest, 2012), hal. 27
[2] Daradjat Dzakiah, dkk. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 40-44
[3] Ibid Majid Abdul…. Hal. 97-98

Tidak ada komentar:

Posting Komentar