Islam mementingkan profesionalisme, keberhasilan Nabi sebagai
pendidik didahului sadengan bekal kepribadian (personality) yang
berkualitas unggul. Belau sejak kecil dikenal sebagai orang yang berbudi luhur,
berkepribadian unggul sehingga dijuluki al-amin. Beliau dikenal sebagai
orang yang sangat peduli terhadap masalah sosial, memiliki semangat ketajaman
dalam membaca, menelaah, dan meneliti berbagai fenomena alam dan sosial; mampu
mempertahankan dan mengembangkan kualitas iman dan takwa untuk diri dan
umatnya; mampu bekerja dengan baik (amal shaleh); mampu berjuang bekerja sama
menegakkan kebenaran.[1]
Agama Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan
(guru/ulama’), sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf
ketinggian dan keutuhan hidup.
Firman Allah:
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
“…Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Nabi bersabda:
قَالَ
رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلم: مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَكَتَمَهُ الْجَمَهُ
اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِن نَارٍ (الحديث)
“Barang siapa saja ditanya tentang ilmu kemudian
menyimpan ilmunya (tidak mau mengajarkan), maka Allah akan mengekang dia dengan
kekangan api neraka pada hari kiamat”.
C. Syarat untuk Menjadi Guru
dalam Islam
Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka
secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertakwa kepada Allah,
berilmu, sehat jasmaniahnya, baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa
nasional.
1. Takwa kepada Allah sebagai syarat menjadi guru
Guru, sesuai dengan tujuan Ilmu Pendidikan Islam, tidak
mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak
bertakwa kepadaNya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya sebagaimana
Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya.
2. Berilmu sebagai syarat untuk menjadi guru
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu
bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan
tertentu yang di perlukannya untuk suatu jabatan.
Gurupun harus mempunyai ijazah supaya ia dibolehkan
mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah murid sangat
meningkat, sedang jumlah guru jauh daripada mencukupi, maka terpaksa menyimpang
untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi dalam keadaan
normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik pula mutu
pendidikan dan pada gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat.
3. Sehat jasmani sebagai syarat menjadi guru
Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat
bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit
menular umpamanya sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Disamping itu, guru
yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Dan jelas guru yang
sakit-sakitan kerapkali terpaksa absen tentunya merugikan anak-anak.
4. Berkelakuan baik sebagai syarat menjadi guru
Budi pekerti guru maha penting dalam pendidikan watak
murid. Guru harus menjadi suri tauladan, karena anak-anak bersifat suka meniru.
Diantara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlak baik pada anak dan ini hanya
mungkin jika guru itu berakhlak baik pula. Guru yang tidak berakhlak baik tidak
mungkin dipercayakan pekerjaan mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak baik dalam
Ilmu pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti
dicontohkan oleh pendidik utama, Muhammad SAW.
Diantara akhlak guru tersebut adalah:
a. Mencintai jabatannya sebagai guru
b. Bersikap adil terhadap semua muridnya
c. Berlaku sabar dan tenang
d. Guru harus berwibawa
e. Guru harus gembira
f. Guru harus bersifat manusiawi
g. Bekerja sama dengan guru-guru lain
h. Bekerja sama dengan masyarakat.[2]
Menurut Imam Al-Ghazali, bahwa kode etik dan tugas-tugas guru adalah
sebagai berikut: (1) kasih saying kepada peserta didik dan memperlakukannya
sebagaimana anaknya sendiri; (2) meneladani Rasulullah sehingga jangan menuntut
upah, imbalan maupun penghargaan; (3) hendaknya tidak member predikat/martabat
kepada peserta didik sebelum ia pantas dan kompeten untuk menyandangnya; (4)
hendaknya mencegah peserta didik dari sikap jelek (sedapat mungkin) dengan cara
sindiran atau tidak tunjuk hidung; (5) menyajikan pelajaran pada peserta didik
sesuai dengan taraf kemampuan mereka; (6) dalam menghadapi peserta didik yang
kurang mampu, sebaiknya diberi ilmu-ilmu yang global dan tidak perlu menyajikan
detailnya; (7) guru hendaknya mengamalkan ilmunya, dan jangan sampai ucapannya
bertentangan dengan perbuatannya.
Menurut Abdurrahman Al-Nahlawy,
bahwa sifat-sifat guru muslim adalah sebagai berikut: (1) hendaknya tujuan,
tingkah laku dan pola piker guru bersifat Rabbani (Q.S. Ali-Imran: 79); (2)
ikhlas, yakni bermaksud mendapatkan kerid;aan Allah, mencapai dan menegakkan
kebenaran; (3) sabar dalam mengajarkan berbagai ilmu kepada peserta didik; (4)
jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya, dalam arti menerapkan anjuran
pertama-tama kepada dirinya sendiri karena kalau ilmu dan amal sejalan, maka
peserta didik akan mudah meneladaninya dalam setiap perkataan dan perbuatannya;
(5) senantiasa membekali diri dengan ilmu dan bersedia mengkaji dan
mengembangkannya; (6) mampu menggunakan berbagai metodemengajar secara
bervariasi; (7) mampu mengelola peserta didik, tegas dalam bertindak, dan
meletakkan masalah secara proposional; (8) mempelajari kehidupan psikis peserta
didik selaras dengan masa perkembangannya; (9) tanggap terhadap berbagai
kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola
berpikir peserta didik, memahami problem kehidupan modern dan bagaimana cara
islam mengatasi dan menghadapinya; dan (10) bersikap adil diantara peserta
didik. [3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar